Jangan Merasa Istimewa, Agar Tak Kecewa
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang
telah memberikan kita nikmat iman. Shalawat serta salam kita haturkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang menjadi teladan dalam setiap aspek
kehidupan
Dalam kehidupan, Islam mengajarkan kita untuk bersikap
tawadhu (rendah hati) dan tidak merasa istimewa atau lebih baik dari orang
lain. Rasa istimewa atau bangga diri yang berlebihan berpotensi membawa
kekecewaan, karena hidup tak selalu berjalan sesuai dengan harapan kita. Dalam
ajaran Islam, kebanggaan diri yang berlebihan atau merasa lebih baik dari orang
lain dapat membuat hati menjadi keras dan jauh dari sifat-sifat baik seperti
ikhlas dan sabar. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga seseorang
yang dalam hatinya ada kesombongan walau sebesar biji sawi.” (HR. Muslim).
Hadis ini mengingatkan kita bahwa kesombongan dan merasa istimewa akan
menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT mengingatkan agar kita
tidak bersikap angkuh dan merasa diri lebih baik dari orang lain. Allah
berfirman, “Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong,
karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan tidak akan
sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37). Ayat ini mengajarkan kita untuk
tidak sombong atau merasa diri hebat karena semua yang kita miliki adalah
anugerah dari Allah SWT. Kebanggaan yang berlebihan terhadap diri sendiri hanya
akan membuat kita rentan terhadap kekecewaan saat kita menghadapi kegagalan
atau tantangan hidup.
Merasa istimewa atau terlalu percaya diri sering kali
membuat seseorang lupa akan kelemahannya. Imam Al-Ghazali mengajarkan bahwa, “Barangsiapa
yang mengetahui dirinya, maka ia akan sibuk memperbaiki dirinya sendiri dan
tidak melihat kesalahan orang lain.” Kata bijak ini mengingatkan kita agar
senantiasa introspeksi dan rendah hati. Dengan memahami diri sendiri, kita akan
menyadari bahwa kita masih memiliki kekurangan dan butuh banyak belajar.
Perasaan istimewa atau angkuh hanya akan membuat kita mengabaikan kesempatan
untuk memperbaiki diri.
Selain itu, merasa istimewa sering kali membuat
seseorang beranggapan bahwa dirinya layak mendapatkan penghargaan atau
penghormatan khusus. Ketika harapan ini tidak tercapai, perasaan kecewa pun
muncul. Dalam QS. Al-Furqan: 63, Allah SWT berfirman, “Dan hamba-hamba Tuhan
yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan
rendah hati...” Ayat ini mengajarkan bahwa hamba-hamba Allah yang sejati
selalu bersikap rendah hati dan tidak menuntut penghormatan dari orang lain.
Mereka memahami bahwa setiap penghormatan dan kedudukan adalah kehendak Allah.
Di sisi lain, perasaan istimewa juga menjauhkan kita
dari sikap syukur. Orang yang selalu merasa dirinya layak mendapatkan lebih
cenderung kurang bersyukur atas apa yang telah ia miliki. Rasulullah SAW
bersabda, “Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang
yang berada di atasmu, karena hal itu lebih layak untuk membuatmu tidak
meremehkan nikmat Allah.” (HR. Muslim). Melalui hadis ini, kita diajak
untuk senantiasa bersyukur dan tidak merasa berhak lebih dari orang lain.
Bersyukur akan membuat kita merasakan kebahagiaan dan terhindar dari kekecewaan
yang tidak perlu.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap rendah hati dan
tidak merasa istimewa adalah kunci untuk menjaga hubungan baik dengan sesama.
Ketika kita tidak merasa lebih baik dari orang lain, kita akan lebih mudah
menghargai keberhasilan orang lain dan terhindar dari sifat iri hati.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang dari kalian hingga
ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim). Melalui hadis ini, kita diingatkan bahwa kesempurnaan
iman dapat dicapai dengan rasa kasih dan sikap rendah hati.
Merasa istimewa sering kali membuat seseorang enggan
menerima kritik atau masukan dari orang lain. Sikap ini justru akan membuat
kita kehilangan kesempatan untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Imam Syafi'i
berkata, “Barang siapa yang tidak mau mendengarkan kritik, maka ia akan
tetap dalam kebodohannya.” Merendahkan hati untuk menerima kritik atau
masukan adalah salah satu cara untuk menghindari rasa kecewa, karena kita
menyadari bahwa kritik adalah bagian dari proses perbaikan diri.
Di tengah pencapaian atau keberhasilan, Islam
mengajarkan kita untuk tidak merasa lebih baik dari orang lain, karena segala
sesuatu yang kita miliki adalah milik Allah. Dalam QS. An-Najm: 32, Allah
berfirman, “Maka janganlah kamu merasa dirimu suci. Dia mengetahui tentang
orang yang bertakwa.” Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak membanggakan
diri, karena hanya Allah yang mengetahui siapa yang benar-benar bertakwa.
Ketika kita bersikap tawadhu dan tidak merasa istimewa, Allah akan menambahkan
keberkahan dalam hidup kita.
Menghindari rasa istimewa akan menjaga hati kita dari
kekecewaan yang disebabkan oleh harapan yang tidak realistis. Ketika kita
menyadari bahwa kita adalah makhluk Allah yang lemah dan penuh kekurangan, kita
akan lebih siap menerima segala ketetapan-Nya dengan lapang dada. Dengan
demikian, kita akan lebih kuat menghadapi cobaan dan tidak mudah merasa kecewa.
Kesimpulannya, Islam mengajarkan agar kita senantiasa
bersikap rendah hati dan tidak merasa istimewa. Melalui sikap rendah hati, kita
akan lebih mudah bersyukur, menerima kritik, dan menjaga hubungan baik dengan
orang lain. Perasaan istimewa hanya akan menjauhkan kita dari sifat-sifat
terpuji dan menjerumuskan kita ke dalam kekecewaan. Merendahkan hati adalah
jalan untuk mendapatkan keridhaan Allah dan kebahagiaan sejati di dunia dan
akhirat.
Semoga
bermanfaat
Wassalamu’alaikum
warrahmatullahi wabarakatuh
Komentar
Posting Komentar