Menemukan Kebahagiaan Sejati dengan Meraih Surga Dunia dan Akhirat

Bekasi, 17 April 2020


Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sahabat-sahabat yang dirahmati Allah, mari kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman

Setiap manusia pasti menginginkan hidup yang bahagia. Namun, banyak orang mencari kebahagiaan pada tempat yang keliru, menganggap kemewahan materi sebagai sumber kebahagiaan. Nabi Muhammad SAW bersabda,

"Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa kekayaan sejati bukanlah terletak pada jumlah harta yang dimiliki, tetapi pada perasaan cukup dan puas terhadap segala yang diberikan Allah SWT. Kebahagiaan sejati dalam Islam tidak diukur dengan kepemilikan barang-barang duniawi seperti mobil mewah, rumah besar, atau liburan eksotis. Semua itu hanyalah sementara, dan tidak membawa ketenangan hati yang hakiki.

Pandangan Ulama tentang Surga Dunia

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah berkata, "Di dunia ini terdapat surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh surga akhirat.” Ungkapan ini bukanlah merujuk pada kemewahan dunia, melainkan pada rasa cinta dan kedekatan dengan Allah SWT. Hal ini sejalan dengan penjelasan Ibnul Qayyim yang mengatakan bahwa "surga dunia adalah mencintai Allah, mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya."

Surga dunia yang dimaksud oleh Ibnul Qayyim adalah kondisi hati yang senantiasa mengarahkan segala cinta dan harapan kepada Allah SWT, menyerahkan semua urusan hanya kepada-Nya, serta merasakan ketenangan ketika bermunajat kepada-Nya. Mereka yang telah menemukan "surga dunia" ini adalah orang-orang yang selalu ridha atas takdir Allah, dan tidak tergoyahkan oleh kesenangan atau musibah dunia.

Kearifan Lokal dan Makna Kebahagiaan Sejati

Di Nusantara, ajaran ini juga tercermin dalam syair tradisional Jawa seperti Cublak-Cublak Suweng, sebuah karya seni peninggalan Kanjeng Sunan Kalijaga yang sarat dengan pesan spiritual. Syair ini menggunakan bahasa simbolik untuk menggambarkan pencarian kebahagiaan sejati yang tidak terletak pada hal-hal materi.

  1. Cublak-Cublak Suweng diartikan sebagai "tempat harta berharga", namun harta yang dimaksud bukanlah materi, melainkan kebahagiaan sejati yang diwakili oleh perasaan tenang, hati yang suci, dan kehidupan yang sepi dari kecintaan pada dunia.
  2. Suwenge teng gelenter, menggambarkan kebahagiaan sejati sebenarnya sudah ada di sekitar manusia, namun banyak yang tidak menyadarinya karena teralihkan oleh gemerlap dunia.
  3. Mambu Ketundhung Gudel, menggambarkan bagaimana banyak orang yang mencari harta sejati dengan penuh nafsu dan keserakahan, bahkan dengan cara-cara yang tidak dibenarkan seperti korupsi atau perilaku tidak terpuji lainnya.
  4. Pak Empo Lera-Lere, menggambarkan orang-orang yang kebingungan mencari kebahagiaan, meskipun hartanya melimpah, karena mereka terjebak oleh nafsu duniawi.
  5. Sopo Ngguyu Ndelikake, menggambarkan bahwa orang yang bijaksana dan mampu mengendalikan hawa nafsunya adalah yang dapat menemukan kebahagiaan sejati.
  6. Sir-Sir Pong Dele Kopong, mengajarkan bahwa hati harus kosong dari kecintaan pada dunia agar bisa mencapai kebahagiaan sejati, dengan cara bersikap rendah hati, memurnikan niat, serta menjaga kesucian hati.

Kebahagiaan Sejati menurut Al-Qur’an

Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Ra’d: 28, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” Ayat ini menegaskan bahwa ketenteraman hati dan kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai dengan mengingat Allah. Kebahagiaan duniawi yang bersifat material akan selalu sementara, tetapi kebahagiaan yang berasal dari hubungan yang dekat dengan Allah adalah abadi.

Nasihat Imam Besar tentang Kebahagiaan

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan pentingnya menjaga hati dari keserakahan terhadap dunia. Beliau menyatakan bahwa hati yang dipenuhi oleh kecintaan dunia akan sulit mencapai kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, setiap Muslim diingatkan untuk mengosongkan hatinya dari kecintaan berlebihan pada dunia dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.

Kesimpulan

Kebahagiaan Sejati dan Kekayaan Hati

Kebahagiaan sejati bukanlah terletak pada kepemilikan materi, melainkan pada keadaan hati yang selalu merasa cukup dan berserah diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW menegaskan hal ini dengan sabdanya bahwa kekayaan sejati adalah kekayaan hati. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim juga menjelaskan bahwa surga dunia adalah keadaan hati yang dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah, dan ketenangan dalam menjalankan segala perintah-Nya.

Syair Cublak-Cublak Suweng mengajarkan kepada kita untuk tidak mengejar kebahagiaan pada hal-hal duniawi yang tidak abadi, melainkan mencari kebahagiaan sejati dengan hati yang ikhlas, rendah hati, dan jauh dari kecintaan pada dunia.

Semoga kita semua dapat meraih kebahagiaan sejati dengan menjadikan cinta kepada Allah sebagai tujuan utama, dan menjadikan hati kita sebagai tempat yang suci dan bersih dari kecintaan duniawi. Aamiin..
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Berbicara dalam Islam dengan Merajut Harmoni Melalui Kata

Harmoni Hidup dengan Menemukan Keseimbangan Melalui Olah Pikir, Rasa, dan Raga dalam Islam

Muhasabah Diri - "Lidah orang berakal berada di belakang hatinya, sedangkan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya " (Ali Bin Abi Tholib)