Menemukan Kebahagiaan Sejati dengan Meraih Surga Dunia dan Akhirat
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sahabat-sahabat yang dirahmati Allah, mari kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman
Setiap manusia pasti menginginkan hidup yang bahagia.
Namun, banyak orang mencari kebahagiaan pada tempat yang keliru, menganggap
kemewahan materi sebagai sumber kebahagiaan. Nabi Muhammad SAW bersabda,
"Yang
namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan
dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa kekayaan
sejati bukanlah terletak pada jumlah harta yang dimiliki, tetapi pada perasaan
cukup dan puas terhadap segala yang diberikan Allah SWT. Kebahagiaan sejati
dalam Islam tidak diukur dengan kepemilikan barang-barang duniawi seperti mobil
mewah, rumah besar, atau liburan eksotis. Semua itu hanyalah sementara, dan
tidak membawa ketenangan hati yang hakiki.
Pandangan
Ulama tentang Surga Dunia
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah berkata, "Di
dunia ini terdapat surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak
akan memperoleh surga akhirat.” Ungkapan ini bukanlah merujuk pada
kemewahan dunia, melainkan pada rasa cinta dan kedekatan dengan Allah SWT. Hal
ini sejalan dengan penjelasan Ibnul Qayyim yang mengatakan bahwa "surga
dunia adalah mencintai Allah, mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa
tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya."
Surga dunia yang dimaksud oleh Ibnul Qayyim adalah
kondisi hati yang senantiasa mengarahkan segala cinta dan harapan kepada Allah
SWT, menyerahkan semua urusan hanya kepada-Nya, serta merasakan ketenangan
ketika bermunajat kepada-Nya. Mereka yang telah menemukan "surga
dunia" ini adalah orang-orang yang selalu ridha atas takdir Allah, dan
tidak tergoyahkan oleh kesenangan atau musibah dunia.
Kearifan
Lokal dan Makna Kebahagiaan Sejati
Di
Nusantara, ajaran ini juga tercermin dalam syair tradisional Jawa seperti Cublak-Cublak
Suweng, sebuah karya seni peninggalan Kanjeng Sunan Kalijaga yang sarat
dengan pesan spiritual. Syair ini menggunakan bahasa simbolik untuk
menggambarkan pencarian kebahagiaan sejati yang tidak terletak pada hal-hal
materi.
- Cublak-Cublak
Suweng diartikan sebagai "tempat harta berharga", namun harta
yang dimaksud bukanlah materi, melainkan kebahagiaan sejati yang diwakili
oleh perasaan tenang, hati yang suci, dan kehidupan yang sepi dari
kecintaan pada dunia.
- Suwenge teng
gelenter, menggambarkan kebahagiaan sejati sebenarnya sudah ada di sekitar
manusia, namun banyak yang tidak menyadarinya karena teralihkan oleh
gemerlap dunia.
- Mambu
Ketundhung Gudel, menggambarkan bagaimana banyak orang yang mencari harta
sejati dengan penuh nafsu dan keserakahan, bahkan dengan cara-cara yang
tidak dibenarkan seperti korupsi atau perilaku tidak terpuji lainnya.
- Pak Empo
Lera-Lere, menggambarkan orang-orang yang kebingungan mencari kebahagiaan,
meskipun hartanya melimpah, karena mereka terjebak oleh nafsu duniawi.
- Sopo Ngguyu
Ndelikake, menggambarkan bahwa orang yang bijaksana dan mampu
mengendalikan hawa nafsunya adalah yang dapat menemukan kebahagiaan
sejati.
- Sir-Sir Pong
Dele Kopong, mengajarkan bahwa hati harus kosong dari kecintaan pada dunia
agar bisa mencapai kebahagiaan sejati, dengan cara bersikap rendah hati,
memurnikan niat, serta menjaga kesucian hati.
Kebahagiaan
Sejati menurut Al-Qur’an
Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Ra’d: 28, “(Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” Ayat
ini menegaskan bahwa ketenteraman hati dan kebahagiaan sejati hanya bisa
dicapai dengan mengingat Allah. Kebahagiaan duniawi yang bersifat material akan
selalu sementara, tetapi kebahagiaan yang berasal dari hubungan yang dekat
dengan Allah adalah abadi.
Nasihat
Imam Besar tentang Kebahagiaan
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan
pentingnya menjaga hati dari keserakahan terhadap dunia. Beliau menyatakan
bahwa hati yang dipenuhi oleh kecintaan dunia akan sulit mencapai kebahagiaan
sejati. Oleh karena itu, setiap Muslim diingatkan untuk mengosongkan hatinya
dari kecintaan berlebihan pada dunia dan senantiasa mendekatkan diri kepada
Allah.
Kesimpulan
Kebahagiaan
Sejati dan Kekayaan Hati
Kebahagiaan sejati bukanlah terletak pada kepemilikan
materi, melainkan pada keadaan hati yang selalu merasa cukup dan berserah diri
kepada Allah SWT. Rasulullah SAW menegaskan hal ini dengan sabdanya bahwa
kekayaan sejati adalah kekayaan hati. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul
Qayyim juga menjelaskan bahwa surga dunia adalah keadaan hati yang dipenuhi
dengan kecintaan kepada Allah, dan ketenangan dalam menjalankan segala
perintah-Nya.
Syair
Cublak-Cublak Suweng mengajarkan kepada kita untuk tidak mengejar
kebahagiaan pada hal-hal duniawi yang tidak abadi, melainkan mencari
kebahagiaan sejati dengan hati yang ikhlas, rendah hati, dan jauh dari
kecintaan pada dunia.
Komentar
Posting Komentar